KELIRU MENGAMBIL WALI NIKAH APAKAH NIKAHNYA SAH?

Desember 15, 2019
════════════════════
            🔰 FAKULTAS 🔰
 ‎    ▪️ ILMU HADITS & FIQH ▪️
 ‎           SOAL JAWAB No. 10
════════════════════

 KELIRU MENGAMBIL WALI NIKAH  APAKAH NIKAHNYA SAH?

⁉️❓ Pertanyaan :
Ada seseorang baru nikah terus sepertinya dia keliru menunjuk wali nikah. Dia mengambil wali nikah laki-laki dari garis ibunya.... Bukankah harusnya diambil dari laki-laki garis bapaknya?. Apakah nikahnya sah?. Kasusnya sudah terjadi

✔️💯🔓 Jawaban :
✍️ Ustadz Saeed Al-Bandunjie :

Telah ijma bagi kaum muslimin bahwa tidaklah syah pernikahan kecuali dengan wali nikah perempuan seperti ucapan Nabi ﷺ :
( لا نكاح إلا بولي)

"Tidak syah pernikahan kecuali dengan wali."

Hadits ini shohih dengan berbagai jalan dara para shohabat yang saling menguatkan. Dikeluarkan Ashaabussunan dari Abu Musa dan Aaisyah dan Ibn Abbaas dan Abu Hurairoh dan Anas dan Imroon bin Husein.

Maka syarat syah nikah adalah dinikahkan perempuan dengan walinya. Bukan menikahkan atas dirinya seperti pelacur yang mengambil jasa pemuasnya atau perempuan yang dinikah mut'ah ala syiah. Yang mengambil maharnya.
Namun yang jadi masalah siapakah wali perempuan yang mau dinikahkan itu.. Ibunyakah?

Di Syariat Islam ditetapkan wali nikah untuk (عصبة yaitu kerabat dekat dari pihak bapak).

Seperti wali nikah perempuan tersebut dari bapaknya sendiri atau kakek atau anaknya (bila yang akan menikah seorang janda) atau saudaranya atau pamannya. Adapun dari pihak ibu maka tidak dihitung sebagai wali.

Maka ada beberapa hal yang membolehkan pihak wali dari ibu dalam beberapa perkara :

1. Mendapat surat kuasa perwakilan dari pihak bapak atau kakek atau anak atau pamannya. Dikarenakan udzur dari mereka. (tempat yg jauh/sakit parah) Maka boleh dijadikan wali. Fatwa Lajnah ad-Daimah 18/174-175

2. Hadirnya saat aqad nikah pihak wali perempuan dari bapak. Seperti hadir kakeknya dan saudara laki-lakinya dan pamannya. Namun mereka diam dan sepakat menunjuk paman dari pihak ibu.
Maka dengan diam dan sepakatnya pihak (عصبة) menandakan sepakatnya mereka untuk mendahulukan pihak wali dari pihak ibu.

3. Selama tidak ada satupun pihak (عصبة) yang tersisa. Maka menurut pendapat Abu Hanifah langsung turun ke pihak ibu. Sehingga langsung kakek dari ibu atau paman dari ibu atau saudara dari ibu bisa menjadi wali perempuan tersebut.
Adapun pendapat jumhur tidak bisa kecuali harus dilarikan ke qodhi yang disepakati pemerintah (KUA).

4. Jika akad sudah selesai dan telah dapat surat resmi dari pemerintah dan diketahui oleh sang qodhi/pihak KUA yang berwenang maka tidak apa-apa, karena ijtihaad sang qodhi. Dan mentaati pemerintah.

Sesuai firmannya:
﴿ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ (59) ﴾annisaa

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu."

Kesimpulan;
Jika memang tidak masuk kriteria di atas dan surat dari pemerintah sudah resmi. Maka tidak apa-apa untuk membawa wali perempuan dari pihak bapak, lalu membawa saksi dan dinikahkan ulang secara syar'i dan kekeluargaan. Tanpa harus diumumkan dan tanpa mengganti berkas-berkas di (KUA) atau pihak pemerintah. Agar tidak menyelisihi aturan pemerintah kita.

والله أعلم

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »