APA BENAR YAYASAN ITU BID'AH?

Desember 15, 2019
════════════════════
      🔰 FAKULTAS MANHAJ 🔰
      ‎       SOAL JAWAB No. 16 
════════════════════

APA BENAR YAYASAN ITU BID'AH?

🔒 Pertanyaan :

Bismilah
Assallamuallaikum, ustad saya mau bertanya apa benar bahwa yayasan itu bid'ah? Dan apakah meminta dana untuk membuat yayasan termasuk meminta-minta yang terlarang?. Betulkah soal yayasan ini perkara khilafiyah?
Jazakallahu khiaran ustadz.

🔓 Jawaban :
✍️ Ustadz Saeed Al-Bandunjie:

Hukum yayasan tidak secara umum dihukumi hizbiyah, kecuali yang memang di dalamnya ada hizbiyah seperti di Yaman ada yayasan bernama Jamiyah Hikmah dan Islah da Ihsaan yang dibuka oleh orang-orang Ikhwani dan Sururi untuk memerangi dakwah salafiyah dengan uang mereka, atau bahkan masuk ke ranah politik praktis.

Adapun jumiyah yayasan secara umum mengumpulkan uang dari orang-orang kaya ada padanya saling bekerjasama dalam kebaikan dan bahkan di Indonesia yayasan dijadikan hanya untuk wasilah membuka sarana dakwah, seperti "Yayasan Ahlussunnah Dharmasraya".

Tujuan didirikannya yayasan kami ini bukan untuk meminta sumbangan dari dermawan atau orang kaya agar menyalurkan uang mereka kepada kami atau ke panti asuhan atau menerima sembelihan qurban dan sebagainya, tapi hanya sekedar unsur legalitas formal saja, artinya kami perlu payung hukum yang berlaku di negara ini, seperti akte notaris yang dapat melindungi secara hukum kegiatan-kegiatan dakwah kami seperti majlis-majlis taklim di mesjid, rencana pembebasan dan pengkavlingan tanah untuk pembangunan masjid dan ponpes, serta ke depannya menciptakan kampung Ahlussunnah di Dharmasraya ini.

Maka program-program atau kegiatan-kegiatan seperti di atas tadi -di negara kita tercinta NKRI ini-, memang diharuskan memiliki payung proteksi hukum berupa yayasan untuk legalitas formalnya.

Maka syeikh kami Muqbil Alwadi'i pun tidak menghukumi jum’iyyah yayasan secara umum harom atau bid'ah secara membabi-buta. Seperti yang antum bisa baca ucapan syeikh kami rohimahulloh di bawah ini :

Tatkala ada seseorang yang bertanya kepada beliau (Syaikh Muqbil Alwadi'i) : “Mungkin ada yang berkata: Mengapa jum’iyyah-jum’iyyah seperti jum’iyyah Al-Hikmah, Al-Ihsan, Al-Birr wat-Taqwa, Al-Ishlah, Ihya’ at-Turats dan yang semisalnya yang dibantah, padahal di sana ada beberapa jum’iyyah yang ada di kalangan para ulama Ahlus Sunnah seperti Ibnu Baaz dan yang lainnya?”

Maka beliau rahimahullah menjawab: “Adapun jum’iyyah-jum’iyyah adalah merupakan perkara yang dianjurkan padanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan tolong menolonglah di atas kebaikan dan taqwa dan jangan kalian tolong menolong di atas dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Maidah: 2)

Dan bukan perselisihan antara kami dan mereka disebabkan karena jum’iyyah, yang di dalamnya ada anjuran untuk membangun masjid-masjid, memelihara anak yatim dan orang-orang yang kekurangan, dan melakukan kebaikan, ini adalah perkara yang dianjurkan. Akan tetapi apakah jum’iyyah Al-Allamah Bin Baaz itu hizbiyyah? Apakah jum’iyyah Ibnu Utsaimin itu hizbiyyah? Ataukah bukan hizbiyyah? Apakah pernah satu hari jum’iyyah Syaikh Bin Baaz mengajak untuk perayaan malam Isra’ dan Mi’raj? Demikian pula Syaikh Ibnu Utsaimin? Meskipun itu tidak sepantasnya dinamakan jum’iyyah, sebab itu perbuatan kebaikan, di mana hartanya disimpan pada seseorang yang sholeh yang dia letakkan pada tempatnya. Adapun jum’iyyah hizbiyyah, maka inilah yang diingkari.

Apakah jum’iyyah Syaikh Bin Baaz ada pemilihan dan memberi hak suara? Apakah di saat mereka berselisih dalam satu perkara, maka yang menjadi keputusan adalah ucapan pemimpin jum’iyyah? Apakah mereka memutuskan hubungan dengan ikhwan mereka ahlus sunnah seperti keadaan jum’iyyah Al-Hikmah. Maka jangan melakukan pengkaburan kepada manusia. Kami tidak mengatakan bahwa membangun masjid dan saling tolong menolong itu tidak disyari’atkan, dan kami tidak mengatakan bahwa menanggung anak yatim itu tidak diperbolehkan. Namun yang kami katakan: bahwa Al-hizbiyyah yang memecah belah kaum muslimin itu yang tidak boleh.”
[Qam’ul mu’anid: 133. ]
Adapun setelah meninggalnya syeikh kami, dan dakwah dalam keadaan baik dan hukum kepada jumiyah yayasan disimpan secara adil, maka datanglah Yahya al-Hajuri yang memfatwakan  perkara yayasan, yang akan saya nukilkan di bawah ini

Saya katakan kepadamu wahai saudaraku ajarkanlah pelajaran di masjid dan tetaplah di dalamnya walaupun sendiri. Barangsiapa yang datang kepadamu di atas kebaikan dan sunnah dan walaupun hanya sepuluh orang bersamamu dan kamu ajari mereka kitab dan sunnah  maka engkau dianggap sebagai dai yang beruntung dan berhasil.

Demi Allah sepuluh orang yang datang kepadamu dan kamu mengajari kitab Allah dan sunnah Rasulullah ﷺ kepada mereka dan mereka keluar sebagai ulama dan dai maka sesungguhnya engkau beruntung. Tinggalkanlah keinginan mencari pengikut yang banyak dan mengumpulkan pengikut dari sana dan sini dengan alasan orang awwam berkata demikian mereka menginginkan demikian dan mereka menyukai demikian.

Wahai saudaraku, orang-orang awwam sangat butuh pengarahan untuk diri mereka sendiri bukanlah mereka yang mengarahkanmu dan menguasaimu, sebaliknya kamulah yang harus menjelaskan kepada mereka bahwa belajar agama di masjid adalah lebih utama. Dan bahwasanya kita salafiyyun tidak butuh terhadap organisasi, karena organisasi ini tidaklah mendatangkan sesuatu bagi manusia kecuali percekcokan, penyakit, perpecahan dan perselisihan serta menyempitkan dada.

Rasulullah ﷺ bersabda:

«من أحدث فى أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد»

“Barangsiapa yang mengada-ada dalam perkara agama kami ini maka yang ia bukan bagian darinya maka ia tertolak” (Hadist Aisyah Radiyallahu anha Riwayat Al-Bukahri (2697) dan Muslim (1718))

Demi Allah ketetapan dan kondisi  perkara ini di zaman  Rasulullah ﷺ sudah ada. Ustman bin Affan radhiyallahu anhu dia adalah golongan hartawan, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu anhu ia adalah golongan hartawan dan Abu Thalhah setelah itu menjadi golongan hartawan juga dan sejumlah  hartawan dari shahabat Nabi ﷺ. Di sisi mereka ada Ashaabus Suffah. Jika Nabi ﷺ diberi shodaqoh maka beliau mengirimkan shodaqoh itu kepada mereka sebagaimana riwayat dari Abu Hurairah (diriwatkan Al-Bukhari 6452) dan jika beliau diberi hadiah maka beliau mengambil sebagiannya kemudian beliau memberikan kepada mereka dan beliau tidak berkata “Berkumpullah kalian dan buatlah kotak infaq atau organisasi untuk Ashabus Suffah dan yang semisal dengan Ashabus Suffah“. Bahkan Rasulullah ﷺ ketika didatangi tamu maka beliau mengirim tamu itu kepada keluarga-keluarga beliau, maka beliau tidak mendapatkan sesuatu kecuali air. Setiap istri beliau berkata, “Demi Allah kami tidak memiliki sesuatu keculai air,” maka Rasulullah ﷺ berkata, “Siapa yang hendak menjamu tamu Rasulullah ﷺ?”  maka dibawalah dia oleh salah seorang shahabat beliau dan ia diberi makan makanan anak kecil. (Hadist tersebut di dalam As-Shahihain dari hadist Abu Hurairah, Al-Bukhari 4889 dan Muslim 2094)

Janganlah salah satu  di antara kalian merasa gentar dan takut untuk mengatakan kebenaran. Demi Allah organisasi-organisasi ini tidaklah datang dari Rasulullah ﷺ. Saya katakan ini dengan terus terang!! Ia tidaklah datang kecuali dari orang-orang yang menganggap baik dalam agama mereka. Mereka tidak memiliki syara’ yang benar yang mereka jalani di dalam agama mereka. Karena itu mereka mendatangkan sesuatu dari mereka sendiri untuk mereka jalani seperti Jam’iyyah Yunus, organisasi ini, organisasi itu. Adapun kita, maka agama kita adalah agama rahmah dan agama kita adalah agama yang benar, memberi hak pada setiap yang berhak mendapatkannya.
Rasulullah ﷺ bersabda :

«الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا»

“Seorang mukmin dan mukmin yang lain ibarat bangunan. Yang mana sebagiannya mengokohkan sebagian yang lain.” (Hadits Abu Musa Al Asy’ari, Bukhari 481 dan Muslim 2585)

«مثل الْمُؤْمِنِينَ فِي تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ»

“Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam menyayangi dan mencintai sesama mereka seperti satu jasad.” (Muttafaqun ‘alaihi dari hadits Nu’man bin Basyir)

Sedangkan agama kita adalah agama yang mensyariatkan zakat, sedekah, dan berbuat baik kepada orang tua dan memberi hak tetangga, hak persaudaraan dan memuliakan tamu, maka kita tidak butuh terhadap organisasi semacam ini. Kita berjalan di atas jalan salaf kita –rahimahumullah-.

(Al As’ilah Al Indonisiah, 25 Jumadi Tsaniyah

〰️〰️〰️ selesai kutipan 〰️〰️〰️

Maka dari sinilah kelompok al-Hajuriyuun dengan semena-mena membi'dahkan dan mencela orang-orang yang mendirikan ponpes atas payung proteksi legalitas yayasan.

Padahal kalau dilihat dari konteks jawaban dan soal tidak begitu sinkron, dan dari segi hukum aturan  pemerintahan pun berbeda-beda di setiap negara. Di Yaman misalnya, di sana tidak disyaratkan dan diwajibkan bagi sekumpulan duat yang ingin berdakwah di majlis taklim atau ponpes untuk membuka atau mendirikan jumiyah (yayasan), terlebih dahulu. Dan lafdz/kata jumiyah (yayasan) di Yaman memang  dimutlakkan dipergunakan oleh para Hizbiyun dari at-Turotsiyuun atau ikhwaniyun untuk mengambil dan mengumpulkan uang dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada anak-anak yatim, orang-orang fakir dan sebagainya. Dan hal ini yang kemudian banyak membuat fitnah diantara mereka. Mereka menjadi lalai menuntut ilmu sibuk dengan pembuatan proposal dan pembiakkan kurma, baju lebaran dan kambing sembelihan dan lain sebagainya. Dan dai-dai yang tadinya miskin keluar dari dammaaj mendadak menjadi kaya karena ikut jumiyah(yayasan). Inilah arti kata nama yayasan atau jumiyah yang uruf-nya terjadi di Yaman.

Adapun di Indonesia, yayasan adalah alat proteksi legalitas hukum untuk memayungi sarana dakwah secara umum baik majlis taklim atau lembaga-lembaga pendidikan seperti ponpes atau sekolah-sekolah. Bahkan bisnis jual-beli atau pendirian organisasi massa atau ormas harus memakai atau dipayungi yayasan.

Nah, mereka, -pengikut al-Hajuriyuun di Indonesia yang memang tidak setuju dengan yayasan-, akhirnya malah ingin mendirikan ponpes-ponpes yang tanpa proteksi yayasan. Ini kan melanggar aturan pemerintah atau ulil mari. Lalu, bagaimana dengan firman Alloh di Surat An-Nisaa ayat 59 :


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman taatilah perintah Alloh dan Rosul-Nya dan pemerintah dan alim ulama kalian yang mengatur kebaikan negeri ini.

Maka pemerintah kita, -yang di dalamnya ada Menteri Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan wakil-wakil rakyat-, yang mayoritas beragama Islam telah membuat berbagai macam peraturan yang mengharuskan setiap ormas, ponpes atau majlis-majlis taklim berada dalam payung atau diwadahi dalam harus yayasan. Kalau ada ponpes, -misalnya-, tidak mengikuti aturan pemerintah maka maka bisa dicabut keabsahan dan legalitasnya.

Inilah realita jumiyah yayasan di Indonesia yang jauh berbeda dengan uruf jumiyah di Yaman.

والله أعلم

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »