Fiqhul Hadist Kitab Bulughul Marom Min Adillati Ahkam

Oktober 28, 2015 Add Comment


بسم الله الرحمن الرحيم
Muqoddimah Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqolany –rahimahullah-
Segala puji bagi Allah  yang telah mencurahkan ni’matNya baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, baik yang lama maupun yang  baru. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada nabi dan rosulNya Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa salam-, keluarga, para sahabat yang berjalan membela agama beliau dengan sungguh-sungguh, dan para pengikut beliau yang mewarisi ilmu mereka dan para ulama adalah pewaris para nabi. Alangkah mulianya mereka sebagai pewaris dan yang diwarisi.
Amma ba’du,
Ini adalah ringkasan yang mencakup dalil-dalil pokok / utama dari hadits-hadits yang berisi hukum-hukum syari’at. Aku telah menelitinya dengan sangat teliti  agar orang yang menghafalnya menjadi orang yang terkemuka diantara teman-temannya, dan agar ia bisa dijadikan oleh penuntut ilmu pemula sebagai buku yang membantunya, serta ia tetap dibutuhkan oleh orang yang menginginkan ilmu yang telah sampai pada puncaknya. Dan aku telah menjelaskan di akhir setiap hadits imam yang telah mengeluarkan hadits tersebut dengan tujuan menasihati ummat.
Maka yang dimaksud dengan:
“Yang tujuh” adalah: Ahmad, Al-Bukhori, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah.
“Yang enam” adalah: (Semua yang telah disebutkan) selain Ahmad.
“Yang lima” adalah: (Semua yang telah disebutkan) selain Al-Bukhori dan Muslim. Namun terkadang aku juga mengatakan “yang empat dan Ahmad”. 
“Yang empat” adalah: (Semua yang telah disebutkan) selain tiga yang pertama.
“Yang tiga” adalah: (Semua yang telah disebutkan) selain tiga yang pertama dan yang satu yang terakhir.
”Al-Muttafaq” adalah: Al-Bukhori dan Muslim. 
Dan terkadang aku tidak menyebutkan bersama keduanya perowi yang lain.
Adapun selain itu, maka ia akan dijelaskan.

Aku menamakan kitab ini dengan “Bulughul Marom min Adillatil Ahkam”. Dan aku memohon kepada Allah –subhanahu wa ta’ala- agar Dia tidak menjadikan apa yang kita ketahui  sebagai bencana / musibah bagi kita, dan agar Dia memberikan kepada kita karuniaNya untuk mengamalkan apa saja yang diridhoiNya –subhanahu wa ta’ala-.
Pendahuluan Penyusun
Oleh: Al-Ustadz Abu Abdirrahman Muhammad Wildan L.C.
إن الحمد لله نحمده و نستعينه و نستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا و من سيئات أعمالنا, من يهده الله فلا مضل له و من يضلل فلا هادي له. و أشده أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمدا عبده و رسوله
{يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون}
{يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة و خلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا و نساءا و اتقوا الله الذي تساءلون به و الأرحام إن الله كان عليكم رقيبا}
{يا أيها الذين أمنوا اتقوا الله و قولوا قولا سديدا يصلح لكم أعمالكم و يغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله و رسوله فقد فاز فوزا عظيما}
أما بعد :
فإن أصدق الحديث كتاب الله و خير الهدي هدي محمد صلى الله عليه و سلم, و شر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة و كل بدعة ضلالة و كل ضلالة في النار
 Sesungguhnya tatkala sunnah nabawiyyah berfungsi menetapkan, merinci, dan menyempurnakan apa yang ada di dalam kitabullah (Al-Qur’an), maka ia dianggap sebagai sumber kedua syari’at islam ini setelah Al-Qur’anul karim. Allah –subhanahu wa ta’ala- telah berfirman : 
{وما أنزلنا عليك الكتاب إلا لتبين لهم الذي اختلفوا فيه}
 “Dan tidaklah kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) melainkan agar engkau menjelaskan kepada mereka perkara yang mereka berselisih padanya”. 
Allah –subhanahu wa ta’ala- juga berfirman :
{وما أتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا}
 “Dan apa yang diperintahkan rosul kepada kalian makan lakukanlah, dan apa yang rosul larang kalian darinya maka jauhilah”. 
Dan Allah telah berfirman dalam hadits qudsi tentang nabi Nya –‘alaihish sholatu wassalam- :
{ألا و إن ما حرم رسول الله مثل ما حرم الله} 
 “Ketahuilah, sesungguhnya apa yang diharamkan rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa salam- maka itu seperti yang diharmakan Allah –subhanahu wa ta’ala-“. 
 Dan dikarenakan sunnah nabawiyyah berada di posisi dan kedudukan seperti ini di dalam syari’at islam, maka para ulama’ terdahulu memberikan perhatian kepada sunnah ini dengan mengumpulkan dan membuat karangan yang berisi hadits-hadits tentang hukum. Diantara karangan-karangan ini yang paling terkenal adalah kitab-kitab sunnah yang empat yaitu : “Sunan Abu Dawud”, “Sunan At-Tirmidzy”, “Sunan An-Nasa’i”, dan “Sunan Ibnu Majah”.
 Demikianlah, karangan-karangan dalam masalah ini terus bermunculan dengan berbagai macam metode dan bentuk penulisannya, maka diantara kitab-kitab hukum yang paling penting adalah kitab “Al-Kubro”, “Al-Wushtho”, dan “Ash-Shughro” karya imam Abdul Haq Al-Isybily yang dikenal dengan Ibnul Khorroth, yang meninggal pada tahun 581 Hijriyah, kitab “Al-Muntaqo fii Akhbaril Mushthofa” karya imam Majdud Din Abdus Salam bin Abdillah bin Taymiyah Al-Harroni, yang meninggal pada tahun 652 Hijriyah, kitab “Al-Muharror fil Hadits” karya imam Muhammad bin Ahmad bin Abdul Hadi Al-Maqdisy, yang meninggal pada tahun 744 Hijriyah, kemudian kitab “Bulughul Marom min Adillatil Ahkam” karya imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqolany, yang meninggal pada tahun 852 Hijriyah. Dan kitab inilah yang akan kami paparkan penjelasan ulama tentang hadits-haditsnya dalam bagian Fiqhul Hadits di website ini insya Allah ta’ala. 
 Pengarang kitab “Bulughul Marom” telah mengumpulkan di dalamnya -secara ringkas- dalil-dalil pokok / utama dari hadits yang berisi tentang hukum syari’at. Dan sumber utama kitab ini adalah dari “Kutubus Sittah”(kitab hadits yang enam), disamping itu juga “Musnad Ahmad”, “Shohih Ibnu Hibban”, “Shohih Ibnu Khuzaimah”, “Mustadrok Al-Hakim”, dan yang lainnya dari karangan-karangan dan kitab-kitab rujukan hadits. 
Dan kitab ini telah menjadi kitab yang sangat terkenal, dan mencuri perhatian banyak ahli hadits baik di zaman dahulu maupun di zaman sekarang. Bahkan sampai-sampai kitab ini dianggap sebagai kurikulum yang paling penting di banyak masjid, dan ma’had islam di negara-negara islam.
---------------------------
Kitab Thoharoh
(Bersuci)
Al-Imam Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin –rahimahullah- menjelaskan:
 “الطهارة” (bersuci) ada dua macam:
طهارة معنوية"” (Bersuci secara Ma’nawi / Abstrak).
Yaitu, bersuci dari kesyirikan dan dari seluruh akhlaq yang jelek, dimana seseorang tidaklah menyekutukan Allah –subhanahu wa ta’ala-, juga tidak menyimpan iri dan dengki kepada kaum muslimin, sehingga hatinya suci dan bersih. Allah -subhanahu wa ta’ala- berfirman:
أولئك الذين لم يرد الله أن يطهر قلوبهم
 “Merekalah orang-orang yang ALLAH tidak ingin mensucikan hati-hati mereka”. 
Allah juga berfirman:
إنما المشركون نجس
 “Sesungguhnya orang musyrik itu najis”
Inilah najis secara ma’nawi yang lawannya adalah kesucian secara ma’nawi. Sebagaimana dalam sebuah sabda nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau bersabda kepada Abu Huroiroh:
إن المؤمن لا ينجس
“Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis”. 
Nabi juga bersabda dalam hadits ‘Amr bin Hazm:
لا يمس القرأن إلا طاهر
“Tidaklah menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci”. 
Maksud “orang yang suci” disini adalah “orang yang beriman” menurut salah satu dari dua pendapat, karena orang mu’min itu suci.
"طهارة حسية" (Bersuci secara Lahiriyah / Zhohir) 
Yaitu bersuci dari” hadats-hadats” dan “najis-najis”. 
Yang dimaksud bersuci dari ‘hadats-hadats” adalah bersuci dari hadats yang kecil dan yang besar. Maka orang yang terkena hadats, ia tidak membersihkan tempat yang terkena hadats melainkan ia membersihkan bagian-bagian lainnya yang tidak terkena hadats. Dan terkadang hadats itu tidak mengotori, seperti jika seseorang tidur atau ia terkena hadats dengan buang angin, maka tidak ada bagian yang wajib dicuci, akan tetapi wajib berwudhu. Maka inilah yang dimaksud bersuci dari hadats, dan ini bukan bersuci dari najis.
Adapun yang dimaksud dengan bersuci dari “najis-najis”, maka seperti tindakan seseorang mencuci badannya atau pakaiannya yang terkotori dengan najis, seperti jika tubuhnya terkena kencing atau kotoran atau yang semisal dengannya, maka ini dinamakan bersuci dari najis. 
 Dan perbedaan antara kedua nya adalah, bahwa bersuci dari hadats termasuk dari melaksanakan hal yang diperintahkan. Oleh karena itu harus diawali dengan niat menurut pendapat yang paling kuat, berbeda dengan pendapat nya Abu Hanifah. Maka seseorang itu –misalnya- berniat wudhu dari hadats, berniat mandi dari hadats dan seterusnya. 
Adapun bersuci dari najis maka tidak disyaratkan niat padanya. Oleh karena itu kalau seandainya ada seseorang yang mencuci pakaiannya karena kotor, dan pada pakaiannya terdapat najis lalu ia membersihkannya tanpa ada niat membersihkan najis, maka pakaiannya menjadi suci dengan cucian tersebut. Begitu juga jika seandainya hujan membersihkan pakaian seseorang dari najis hingga bersih, maka pakaian tersebut telah suci. Dan juga kalau seandainya najis tersebut dibersihkan dengan menggunakan bensin atau selainnya dari hal-hal yang bisa menghilangkan najis, maka pakaian tersebut menjadi suci, karena najis adalah suatu unsur yang kotor. Apabila kotoran tersebut hilang maka hilang juga hukumnya, sebab adanya hukum atau tidak adanya hukum itu bergantung pada sebabnya.
 Dan pembicaraan para ulama fiqh –rahimahumullah- itu berkisar pada kesucian yang bersifat lahiriyah / zhohir. Adapun mereka yang berbicara tentang perkara tauhid dan aqidah, maka kesucian yang mereka bahas adalah kesucian secara abstrak. Dan itu merupakan perkara dasar / pokok, yaitu sucinya hati seseorang dari kesyirikan, keraguan, kemunafikan, perasaan dendam, iri, hasad dan sifat-sifat tercela lainnya, sehingga hati seseorang itu suci lagi bersih. Dan kesucian yang bersifat abstrak ini lebih penting daripada kesucian yang bersifat lahiriyah. Akan tetapi manusia butuh kepada dua jenis kesucian ini, dan keduanya masuk ke dalam kitab Thoharoh. 
 Pengarang telah memulai kitabnya dengan kitab Thoharoh sama seperti para ahli fiqh dan ahli hadits lainnya yang mana mereka menyusun kitab-kitab mereka dengan susunan bab-bab fiqh. Dan hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, diantaranya :
Bahwasanya kesucian itu termasuk dari syarat sholat yang paling penting. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah –subhanahu wa ta’ala- :
يا أيها الذين آمنوا إذا قمتم إلى الصلاة فاغسلوا وجوهكم و أيديكم إلى المرافق
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak melaksanakan sholat maka cucilah wajah-wajah kalian dan tangan-tangan kalian hingga ke siku”. 
Juga sebagaimana sabda nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- :
لا يقبل الله صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ
“Allah tidaklah menerima sholat salah seorang diantara kalian apabila ia berhadats hingga ia berwudhu”. 
Bahwasanya kesucian adalah Takhliyah (pensucian dan pengosongan). Dan takhliyah itu dilakukan sebelum Tahliyah (penghiasan), maka sapulah rumah terlebih dahulu, kemudian hamparkan alas di atasnya, bersihkanlah kotoran yang ada di dalam bejana terlebih dahulu, kemudian cucilah. Oleh karena itu mereka memulai dengan kitab Thoharoh. 
Bahwasanya Thoharoh adalah syarat sahnya sholat yang paling banyak perincian dan cabangnya. Maka sesuailah memulai pembahasan dengannya.
Bahwasanya para ulama memulai dari masalah Thoharoh dengan tujuan menbersihkan keinginan/niat seseorang, sehingga seseorang tidaklah mengharapkan dengan menuntut ilmu itu selain wajah Allah –subhanahu wa ta’ala- dan negeri akhirat. Sebab orang-orang yang belajar itu bermacam- macam tujuan mereka. Diantara mereka ada yang tujuannya mendapatkan dunia, dan ada pula yang tujuannya negeri akhir. Dan orang-orang yang tujuannya adalah agar manusia melihat kepada mereka, atau orang-orang yang tujuannya dalam menuntut ilmu agar bisa mendapatkan kepemimpinan, atau kedudukan, atau hal-hal yang serupa dengannya dari perkara-perkara dunia, maka mereka tidaklah menuntut ilmu karena ALLAH, sebaliknya mereka berdosa. Oleh karena itu telah tertera dalam sebuah hadits :   
من تعلم علما مما يبتغي به وجه الله لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضا من الدنيا, لم يجد عرف الجنة يوم القيامة. يعني : ريحها
“Barang siapa yang mempelajari suatu ilmu yang diharapkan dengan ilmu tersebut wajah Allah –subhanahu wa ta’ala-, namun ia tidak mempelajarinya kecuali agar ia mendapatkan harta dunia, maka ia tidak akan bisa mencium wangi surga pada hari kiamat. 
 Oleh karena itu, maka saya mengajak diri saya sendiri, para penuntut ilmu dan juga saudara pembaca untuk mengikhlaskan niat dalam seluruh ibadah terlebih lagi dalam menuntut ilmu, sebab menuntut ilmu itu termasuk salah satu hal yang paling utama yang bisa mendekatkan diri seseorang kepada ALLAH, sebagaimana imam Ahmad berkata tatkala beliau ditanya tentang amalan yang paling utama, beliau menjawab: “Tidak ada yang bisa menandingi ilmu bagi orang yang niatnya benar. Mereka (murid-murid) pun berkata lagi: “Dan bagaimana cara membenarkan niat?”. Beliau menjawab: “Seseorang meniatkan (dengan belajarnya) untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari manusia secara umum serta tidaklah ia meniatkan selain hal ini”. 
 Dan bisa juga dikatakan: Sesungguhnya apabila seorang penuntut ilmu meniatkan dengan belajarnya itu untuk menjaga syari’at, maka ini adalah niat yang baik, karena menjaganya termasuk perkara yang paling penting. Begitu juga jika ia meniatkan dengan belajarnya agar ia bisa beribadah kepada Allah diatas ilmu. Hal ini sebagaimana yang Allah firmankan: 
قل هل يستوي الذين يعلمون والذين لا يعلمون
“Katakanlah (wahai Muhammad): Apakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?”. 
Orang yang beribadah kepada Allah diatas ilmu, maka ia akan mendapati dalam ibadahnya itu kelezatan dan rasa manis yang sangat besar, berbeda dengan orang yang beribadah kepada Allah tanpa didasari dengan ilmu.
 Bisa juga ditambahkan tujuan yang keempat, yaitu untuk berda’wah kepada agama Allah. Sebab berda’wah kepada agama Allah itu haruslah dibangun diatas ilmu. Siapa saja yang berda’wah kepada agama Allah dengan kejahilan maka bahayanya lebih banyak dibandingkan manfa’atnya. Dan bisa jadi tujuan ini termasuk dalam niat menghilangkan kejahilan dari diri manusia, akan tetapi karena pentingnya da’wah, maka aku menyebutkannya secara tersendiri. Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman : 
قل هذه سبيلي أدعو إلى الله على بصيرة أنا و من اتبعني
“Katakanlah (wahai muhammad): Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku menyeru kepada Allah diatas ilmu”.
(Fathu Dzil Jalaali wal Ikram bisyarhi Bulughil Maram 1 / 43-46)
----------------------------
Bab Al-Miyah
(Macam-Macam Air)
 Al-Imam Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin-rahimahullah- menjelaskan:
 Perkataan pengarang: “"باب المياه. Kata “Al-Miyah” dijama’ditinjau dari sumber-sumbernya. Karena air itu bisa jadi air laut, atau air dari awan, atau air sumur. Air hujan, adalah air yang berasal dari awan, seperti itu juga air yang ada di lembah-lembah, kolam-kolam dan yang semisalnya. Dan air laut, adalah sesuatu yang sudah diketahui. Begitu juga air sumur dan air sungai. Oleh karena inilah pengarang menyebutkannya dengan bentuk jama’. Dan jika tidak dilihat dari tinjauan tersebut, maka air itu satu jenis tidak disebut dengan bentuk jama’. 
 Dan air adalah elemen yang cair. Air termasuk sesuatu yang sangat mudah didapat, dan termasuk sesuatu yang paling mahal tatkala dibutuhkan. Terkadang satu bejana air tatkala sedang dibutuhkan bisa setara dengan seratus dirham. Jadi air adalah sesuatu yang mahal lagi murah. Oleh sebab itu para ulama mengatakan: “Jika ada seseorang menghancurkan satu geriba (kantung) air, yang mana satu geriba air tersebut di padang sahara setara dengan lima ratus dirham dan harganya di kota setara dengan dua dirham, maka apakah ia mengganti dengan harga lima ratus dirham atau dua dirham?. Jawabannya ia mengganti dengan harga yang pertama (lima ratus dirham). Karena air di daerah tersebut mahal.
 Dan tidak ada jalan untuk bersuci dari hadats kecuali dengan air baik untuk wudhu atau mandi, sebab Allah –subhanahu wa ta’ala- tatkala menyebutkan wudhu dan mandi, Dia berfirman:
فلم تجدوا ماء
“maka jika kalian tidak mendapati air”. 
Maka Allah menjadikan air sebagai alat untuk bersuci.
 Adapun bersuci dari najis maka bisa dengan menggunakan air atau selainnya. Segala sesuatu yang bisa menghilangkan najis, maka ia bisa mensucikan, baik itu air, atau bensin, atau elemen lainnya yang najis bisa hilang dengannya.
 Dan ada satu kaedah tentang air yang suci, yaitu, bahwa seluruh air yang turun dari langit atau memancar dari bumi, maka air tersebut suci dan bisa mensucikan. Air-air yang mengalir, baik air dari lembah yang mengalir, atau air kolam yang menggenang, atau genangan pada tanah yang berair, ataupun selainnya, semua itu suci baik air tersebut sudah lama atau baru sebentar, maka boleh bagi seseorang untuk berwudhu’ dan mandi junub dengannya dan tidak perlu mempertanyakannya, begitu juga dengan air laut.
(Fathu Dzil Jalaali wal Ikram bisyarhi Bulughil Maram 1 / 47)

Fatwa Ulama

Oktober 14, 2015 Add Comment

1.Pertanyaan: Apa saja kah jenis-jenis tauhid itu? Dan apa definisi masing-masing darinya?
Jawaban: 
Jenis-jenis tauhid itu ada tiga, 
Tauhid rububiyyah
Tauhid uluhiyyah 
Tauhid asma’ wa sifat
Tauhid rububiyyah ialah: mengesakan Allah ta’ala dengan tindakan menciptakan, memberikan rizqi, menghidupkan dan mematikan serta dalam seluruh bentuk pengaturan kerajaan di langit dan bumi, dan mengesakanNya Ta’ala dalam hal penetapan hukum dan syariat dengan diutusnya para rosul dan diturunkannya kitab-kitab, Allah ta’ala berfirman:
ألا له الخلق والأمر تبارك الله رب العالمين
“ketahuilah hanya milikNya lah penciptaan dan segala urusan, maha suci Allah Rabb semesta alam” [Q.S. Al-A’raf : 54]
Tauhid uluhiyyah  ialah: mengesakan Allah Ta’ala dengan peribadatan sehingga tidak diibadahi selainNya, tidak dipanjatkan doa kepada selainNya, tidak diminta penyelamatan dan pertolongan kecuali kepadaNya, tidakdilakukan nadzar dan penyembelihan  kecuali untukNya. 
Allah subhanahu wata’ala berfirman: 
قل إن صلاتي ونسكي ومحياي لله رب العالمين لا شريك له وبذلك أمرت وأنا أول المسلمين 
“katakanlah sesungguhnya shalatku, senbelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam, tidak ada sekutu bagiNya,  dengan hal tersebutlah aku diperintahkan dan aku adalah orang yang paling pertama berserah diri” [Q.S. Al-An’aam : 162-163]
Dan tauhid Asma’ wa shifat ialah: menyifati Allah subhanahu wata’ala dan menamaiNya dengan apa yang telah Dia sifati dan namai diriNya dengannya serta dengan apa yang Rosulullah shallallahu alaihi wasallam sifati dan namai diriNya dengannya didalam hadits-hadits yang shahih, dan menetapkan hal tersebut tanpa tasybih dan tamtsil(menyerupakan dengan sifat makhluk, tanpa ta’wil(mengubah maknanya) dan ta’thil(mengingkarinya). Allah Ta’ala berfirman:
ليس كمثله شيء وهو السميع البصير
“tidak ada yang serupa denganNya sesuatu apapun, dan Dia Maha mendengar lagi Maha melihat.” [Q.S. Asy-Syuro]
(Fatawa Allajnah Addaimah Lil buhuts Al ilmiah wal ifta’ 1/55-56)

Pertanyaan : Mengapa agama islam itu dinamakan dengan “Islam” ?
Jawaban :
Dikarenakan orang yang masuk kedalamnya telah menyerahkan wajahnya kepada Allah, berserah diri dan tunduk terhadap hokum-hukum  yang datang dari Allah dan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
Allah Ta’ala berfirman:
بلى من أسلم وجهه لله وهو محسن فله أجره عند ربه 
" (tidak demikian) bahkan Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Rabbnya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
(Fatawa Allajnah Addaimah Lil buhuts Al ilmiah wal ifta’ 1/76)

Pertanyaan:
Apakah hakekat islam itu?
Jawaban :
Hakekat islam telah dijelaskan dalam jawaban Rosulullah shallallahu alaihi wasallam kepada Jibril alaihissalam, tatkala Jibril bertanya kepada beliau tentang islam, beliau pun menjawab:
الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمـدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا
“islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwasannya Muhammad adalah Rosulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan dan berhaji ke baitullah apabila engkau mampu menempuh perjalanan kesana.”
Dan termasuk didalam hal tersebut  beriman kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya, kepada hari akhir dan kepada taqdir yang baik dan yang buruk. 
Sebagaimana termasuk juga didalamnya ihsan, yaitu engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya, lalu apabila engkau tidak melihatNya maka sesungguhnya Dia melihatmu.
Sebab lafaz islam itu apabila disebutkan secara mutlak maka ia mencakup seluruh perkara-perkara ini,
sebagaimana firman Allah Ta’ala: 
إن الدين عند الله الاسلام
“sesungguhnya agama yang diterima disisi Allah hanyalah islam”[Q.S. Ali Imran : 19]
Dan didalam hadits Jibril tatkala ia bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang islam, iman dan ihsan maka beliau menjawabnya sebagaimana yang telah disebutkan diatas,  dan beliau memberitahu bahwa Jibril bertanya tentang perkara-perkara ini guna mengajarkan kepada manusia agama mereka, dan tidak tersembunyi lagi bahwa hal ini menunjukkan bahwa islam adalah berserah diri kepada perintah-perintah Allah secara zhohir dan bathin dan meninggalkan apa yang dilarang Nya secara zhohir dan bathin, dan inilah agama islam yang sempurna. 
(Fatawa Allajnah Addaimah Lil buhuts Al ilmiah wal ifta’ 1/83)

Sumber Gambar:
http://al-utsmaniy.com/wp-content/uploads/2014/09/fatwa-ulama-310x165.jpg

T A U H I D

Oktober 14, 2015 Add Comment

Oleh : 
Al ustadz Muhammad Wildan.Lc

MAKNA , KEDUDUKAN , DAN KEUTAMANNYA 
Sesungguhnya tauhid merupakan ilmu yang paling mulia dan paling wajib dipelajari , sebab ia berhubungan dengan ilmu tentang Allah Ta’ala , nama-nama Nya , sifat-sifat Nya, dan hak-hak Nya yang wajib ditunaikan para hamba Nya . Oleh karena itu , kami mengangkat tema ini pada edisi perdana buletin ini. Adapun aspek-aspek yang akan dijelaskan di sini adalah makna tauhid , kedudukannya , dan keutamaannya.

A.MAKNA TAUHID
Tauhid secara etimologi ialah : “ mengesakan “ . Dan tauhid secara terminology adalah mengesakan Allah dalam peribadatan atau mengesakan Allah dalam hal-hal yang  khusus diperuntukkan kepada Nya yaitu dalam Rububiyyah , Uluhiyyah , dan nama-nama serta sifat-sifat Nya.

B.KEDUDUKAN TAUHID
Tauhid –di dalam ajaran islam- memiliki kedudukan yang agung dan penting . Dan hal tersebut tercermin dalam poin-poin berikut ini :
Tauhid merupakan tujuan diciptakannya jin dan manusia . Allah Ta’ala berfirman :

و ما خلقت الجن و الإنس إلا ليعبدون
Artinya : “ dan aku tidaklah menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada ku “
(Qs.Adz-dzariyaat :56)
Asy syaikh Sholeh Al-Fauzan mengatakan : “ dan mengesakan Allah dalam peribadatan merupakan tauhid.”
Tauhid merupakan misi utama dakwah para Rasul dan tugas mereka . Allah Ta’ala berfirman :

و لقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا الله و اجتنبوا الطاغوت
Artinya : “ dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap tiap ummat (untuk menyerukan ) : “ beribadahlah kepada Allah saja dan jauhilah thaghut “ 
(Qs.An-nahl : 36)
Tauhid merupakan hak Allah yang wajib ditunaikan para hamba kepada Nya 
عن معاذ ابن حبل رضي الله عنه قال : كنت رديف النبي صلى الله عليه و سلم على حمار فقال لي : يا معاذ أ تدري ما حق الله على العباد و ما حق العباد على الله ؟ قلت : الله و رسوله أعلم قال : حق الله على العباد أن يعبدواه ولا يشركوا به شيئا و حق العباد على الله أن لا يعذب من لا يشرك به شيئا قلت : يا رسول الله أفلآ أبشر الناس ؟ قال : لا فيتكلوا ( رواه مسلم )
Artinya : “ dari Muadz bin Jabal ia berkata : aku berboncengan dengan nabi di atas seekor keledai , lalu beliau berkata kepadaku : “ wahai Muadz  , tahukah engkau apa hak Allah yang wajib ditunaikan para hamba , dan apa hak para hamba yang pasti Allah berikan kepada mereka ?” aku menjawab : Allah dan Rasul Nya lebih mengetahui . beliau menjawab : ” hak Allah yang wajib ditunaikan para hamba ialah beribadah kepada Nya dan tidak mempersekutukan suatu apapun dengan Nya , dan hak para hamba yang pasti Allah berikan kepada mereka ialah Allah tidak akan mengazab orang yang tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Nya .” aku berkata : wahai Rasulullah , tidakkah aku sampaikan kabar gembira kepada manusia ? beliau menjawab :” jangan engkau beritahukan hal tersebut kepada mereka , sebab mereka akan bersandar padanya “ (HR.Bukhari dan Muslim)
Tauhid merupakan perkara pertama yang disampaikan kepada manusia ketika mendakwahi mereka .
عن ابن عباس رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه و سلم لمل بعث معاذ إلى اليمن قال له : إنك ستأتي قوما من أهل الكتاب فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله و في رواية : إلى أن يوحدوا الله (رواه البخاري و مسلم)
Artinya : “ dari Ibnu Abbas bahwa ketika rasulullah mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman , beliau bersabda kepadanya : “ sesungguhnya engkau mendatangi suatu kaum dari kalangan ahli kitab , maka hendaklah perkara pertama yang engkau ajak mereka adalah bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah “ dalam sebuah riwayat disebtutkan : “ hingga mereka mentauhidkan Allah “
(HR.Bukhari dan Muslim)


C.KEUTAMAAN TAUHID

Tauhid memiliki keutamaan yang besar dan agung sebagaimana disebutkan Allah dalam alquran dan Rasulullah dalam assunnah . di antara keutamaannya adalah :
Tauhid memberikan rasa aman dari berbagai macam perasaan takut pada hari kiamat serta menunjukkan kepada jalan yang lurus di dunia . Allah Ta’ala berfirman :
الذين آمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم ألئك لهم الأمن و هم مهتدون 
Artinya : “ orang orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik , mereka itulah orang orang yang mendapat rasa aman dan mereka itulah orang orang yang mendapat petunjuk “
(QS.Al an’am : 82)
Tauhid merupakan faktor yang menghantarkan ke surga.
عن عبادة ابن الصامت رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : من شهد أن لا إله إلا الله وحده لا شرريك له و أن محمد عبده و رسوله و أن عيسى عبده و رسوله و كلمته ألقاها إلى مريم و روح منه و الجنة حق و النار حق أدحله الجنة على ما كان من العمل ( رواه البخاري و مسلم)
Artinya : “ dari Ubadah bin Shomit ia berkata : rasulullah bersabda : “ barang siapa bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah semata tidak ada sekutu bagi Nya dan bahwasanya Muhammad hamba Nya dan utusan Nya , dan bahwasanya Isa hamba Allah dan utusan Nya , dan perkataan yang Dia sampaikan kepada Mrayam dan ruh yang diciptakan Nya , dan bahwasanya surge itu benar dan neraka itu benar , maka Allah memasukkannya ke dalam surge sesuai amalannya “
(HR.Bukhari dan Muslim)
Syaikh Sholih Al Fauzan mengatakan : “di dalam hadist ini terdapat dalil yang jelas tentang keutamaan tauhid dan bahwa ia merupakan factor yang menyebabkan masuk surge.” 
Tauhid merupakan faktor yang menyelamatkan dari neraka jika diucapkan dengan ikhlas , serta diamalkan kandungannya dan hak haknya , berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari sahabat Itban bin malik :
فإن الله حرم على النار من قال : لا إله إلا الله يبتغى بذالك وجه الله (رواه البخاري و مسلم)
Artinya : “ sebab sesungguhnya Allah menghalangi neraka menyentuh orang orang yang mengucapkan la ilaha illallah seraya mengharap wajah Allah (ikhlas dari hatinya) dengan hal tersebut .” ( HR.Bukhari dan Muslim)
Syaikh Sholih Al Fauzan mengatakan : “ di dalam hadist ini terdapat dalil yang jelas tentang keutamaan tauhid dan bahwa ia menyelamatkan orang yang mengucapkannya dengan ikhlas serta mengamalkannya secara zhohir dan batin dari neraka .”
Tauhid merupakan factor yang menyebabkan dihapusnya kesalahan dan diampuninya dosa sebanyak dan sebesar apapun kesalahan dan dosa tersebut selama tidak bebuat syirik .
عن أنس رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : قل تعالى : يا بني آدم لو أتيتني بقراب الأرض خطايا ثم لقيتني لا تشرك بي شيئا لأتيتك بقرابها مغفرة
(رواه الترمذي و أحمد و الدارمي و صححه الألباني في صحيح سنن الترمذي :3540)
Artinya : “ dari Anas bin Malik ia berkata : “ aku mendengar rasulullah bersabda : “ Allah berfirman :” wahai anak Adam , jika engkau mendatangiku dengan membawa dosa sepenuh bumi kemudian engkau menjumpai Ku dalam keadaan tidak menyekutukan suatu apapun dengan Ku , niscaya Aku mendatangimu dengan membawa ampunan sepenuh bumi pula .”
(HR.Tirmidzi , Ahmad , Ad darimi , dan dishohihkan oleh Albani dalam shohih sunan tirmidzi : 3540)
Tauhid menyelamatkan dari keadaan kekal di neraka , berdasarkan sabda nabi dari hadist Anas yang panjang tentang syafaat :
فيقال : يا محمد ارفع رأسك و قل تسمع و سل تعط و اشفع تشفع فأقول : يا رب ائذن لي فيمن قال : لا إله إلا الله فيقول : و عزتي و جلالي و كبريائي و عظمتي لأخرجن منها من قال : لا إله إلا الله
( رواه البخاري و ملسلم)
Artinya : kemudian dikatakan : “ wahai Muhammad ! angkatlah kepalamu , katakanlah niscaya ucapanmu didengar , mintalah niscaya permintaanmu dipenuhi , dan berilah syafaat niscaya syafaatmu diterima . maka aku berkata : wahai Rabbku , izinkanlah aku memberikan syafaat kepada orang yang mengucapkan la ilaha illallah , maka Allah berfirman : “ dan demi keperkasaan Ku , kemuliaan Ku , dan keagungan Ku , Aku psti mengeluarkan darinya orang yang mengucapkan la ilaha illallah.”
(HR.Bukhari dan Muslim)

(Insyaalloh bersambung......)
Sumber Gambar: https://pbs.twimg.com/profile_images/535521482248441856/wI4Mc8l8.jpeg